Daftar Blog Saya

Selasa, 31 Agustus 2010

TINJAUN PERJANJIAN BARU TENTANG MURID

I. PENDAHULUAN
Pembahasan tentang Murid di dalam Kitab Perjanjian Baru adalah sebuah pembelajaran yang pada prinsipnya menyangkut keseluruhan dari kitab Perjanjian Baru tersebut. Karena sesungguhnya, hubungan antara Tuhan dan umatnya adalah prinsip dasar hubungan guru dengan murid. Namun prinsip yang sangat mendasar dalam Perjanjian Baru tentang murid titik berangkatnya tentu menempatkan murid dalam pemahaman sebagai pengikut Tuhan Yesus. Istilah murid dalam pengajaran Yesus erat kaitannya dengan rencana besar Allah di dalam Yesus Kristus atas dunia ini ( Yohanes 3:16) Karya penyelamatan Allah dibangun di dalam konsep pemuridan, yaitu menjadikan semua (baca:barangsiapa yang percaya) murid Yesus. Dengan demikian untuk memaknai istilah murid, pemaknaannya harus didasarkan pada pencapaian karya Allah bagi dunia ini di dalam setiap orang percaya.
Tuhan Yesus memberikan Amanat AgungNya sebelum Dia naik ke sorga: “Pergilah, jadikanlah segala suku bangsa muridKu ... ” (Matius 28:19). Unik sekali bahwa kata “murid” dalam Perjanjian Baru tercatat 269 kali, kata “kristen” hanya 3 kali, dan kata “orang percaya” hanya dua kali. Ini memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya panggilan Tuhan Yesus bagi setiap orang sudah percaya kepadaNya, agar menjadi “muridNya”. Selain itu menegaskan bahwa tugas pelayanan “orang percaya” adalah menjadikan segala bangsa murid Kristus, bukan sekedar menghasilkan orang percaya.
Artinya bahwa, Segala hal yang menyangkut kepercayaan hidup sebagai orang Kristen, tidak akan ada arti sama sekali, apabila ia (orang Kristen) tidak menjadi murid. istilah Murid di dalam Perjanjian Baru erat kaitannya dengan pembangunan rekan sekerja Allah. Dengan demikian berarti seorang murid dikatakan murid apabila ia sudah menjadi milik Kristus. Artinya bahwa kepercayaan di dalam Yesus Kritus melegitimasi seseorang adalah murid Yesus. Tetapi tidak berarti semua orang yang percaya telah menjadi murid Kristus. (Luk.14:25-33). Selanjutnya akan dibahas lebih jauh tentang siapa itu murid, landasan teologisnya dan karakteristik murid di dalam Perjanjian Baru.

II. DASAR TEOLOGIS MURID DALAM PERJANJIAN BARU
A. Pengertian Murid
Dalam dunia pendidikan objek pendidikan adalah Murid. Murid adalah individu-individu yang dididik, atau yang sekarang ini diistilahkan sebagai “peserta didik” (learner). Secara umum pengertian murid tersebut adalah mereka yang dikondisikan dan dibentuk untuk senantiasa mempelajari sesuatu untuk sebuah tujuan yang diharapkan. Namun merujuk kepada pendidikan Kristen, bahwa istilah Murid-Murid Yesus, yang dikisahkan dalam Kitab Injil artinya adalah “pengikut”, yaitu “pengikut” yang
siap dan senantiasa belajar dari gurunya. Sehingga dari proses pembelajaran tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok, akan terjadi perubahan yang diharapkan. Lois E. Lebar, menegaskan bahwa, murid tersebut adalah mereka yang dididik agar mengalami pertumbuhan, bukan hanya oleh apa yang didengar, tetapi oleh apa yang ia lakukan dan oleh apa yang ia dengar.
Dalam pengertian Alkitab juga hampir sama seperti dalam pengerti umum, hanya saja dalam pengertian Alkitab, bahwa murid juga adalah seorang pengikut (Follower). Sebagai pengikut, sang murid bukan saja bertujuan untuk mencari ilmu pengetahuan tapi juga pengabdian diri. Jadi murid Kristus adalah orang-orang yang mau diajar dan belajar tentang kebenaran firman Tuhan dan mau mengikut serta mengabdikan diri kepada Dia. Di dalam Alkitab terdapat beberapa contoh tentang murid (pengikut) yang mengabdikan dirinya kepada gurunya yaitu Yesus dengan 12 muridNya, Yohanes Pembaptis dengan murid-muridnya (Mark 2:18), dan juga Paulus dengan muridnya Timotius, Titus, dsb.
Menurut Calvin, terdapat empat golongan yang dianggap para pelajar dalam pendidikan Agama Kristen, pertama-tama ia menyebut anak didik, tetapi identitasnya tidak jelas karena ia tidak mengolongkan orang-orang menurut umur. Juga belum nampak sejauh mana ia memanfaatkan garis pemisah tajam antara anak-anak dan kaum muda. Dalam peraturan yang dikeluarkan Sinode dan Kotapraja Jenewa pada tahun 1547, Calvin menunjuk bahwa setiap pendeta melayani dua jemaat sekaligus, yaitu jemaat anak-anak yang dilayaninya dalam katekisasi dan jemaat orang dewasa yang dilayaninya melalui kebaktian umum, khususnya khotbah. Jemaat kedua yang dilayani setiap pendeta di Jenewa adalah Kaum Dewasa. Mereka ini wajib mengikuti kebaktian setiap hari minggu dan hari-hari lainnya. Calvin memandang Khotbah sebagai wadah yang disediakan Tuhan untuk mendidik orang-orang dewasa. Sedangkan pelajar yang ketiga adalah mereka yang menghadiri sekolah diJenewa, baik pada taraf sekolah dasar dan menengah maupun perguruan tinggi. Calvin memprakarsai langkah yang menyediakan kesempatan bersekolah bagi kebanyakan anak didik. Dan yang keempat dalam pembagian pelajar menurut calvin adalah golongan pendeta dan pengajar. Selama mereka mengajar orang lain, mereka tetap perlu sebagai sarjana sepanjang hidup, dalam arti mereka selalu mempelajari Alkitab dan sumber lainnya untuk memupuk pikirannya. Paul W. Cates, seorang filsuf pendidikan Kristen, mendefinisikan anak didik atau peserta didik sebagai :
1. Individu yang memiliki tingkah laku, keinginan, pengetahuan, dan keterampilan, dimana individu tersebut ciptaan yang diciptakan menurut Gambar Rupa Allah (Kej. 1:27 band. Roma 8:29-30), namun sekaligus juga orang berdosa (Rm. 3:23), dan mahluk yang memiliki mental, jiwa, fisik, roh, serta social interests.
2. Individu yang memiliki pemikiran untuk menemukan, mengerti, mencari kebenaran (Rm. 1:14); memiliki hati yang menghargai, memiliki keinginan untuk melakukan apa yang benar (Flp. 1:8-10), orang yang belajar melalui meneliti sesuatu, melakukan apa yang ia pelajari (Yoh. 4:15), serta individu yang memberikan responnya terhadap kebenaran (Yoh. 4:26).

B. Pandangan Yesus terhadap Murid-Muridnya
Dalam Perjanjian Baru, penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Allah mendisiplin umat-Nya agar bertaat kepada-Nya. Ia menyatakan disiplin sebagai bukti kasih-Nya (lihat Ibrani 12:5,6) meskipun pada mulanya mendatangkan dukacita (lihat Ibrani 12:10,11).
1. Murid pribadi yang berdisiplin.
Tuhan Yesus Kristus pun menegakkan disiplin bagi murid-murid-Nya, dengan memberikan contoh, seperti dalam bagaimana menggunakan waktu, menggunakan uang, dan hidup berdoa secara tekun. Dia pun menyatakan bahwa kepentingan orang lain mesti didahulukan, sebagaimana terlihat bagaimana Yesus melayani orang yang datang kepada-Nya meskipun Ia seringkali belum sempat makan (bd. Markus 3:20-21). Bilamana murid-murid-Nya degil, seringkali Ia berterus-terang menegur mereka dengan keras (bd. Markus 8:14-21). Bilamana murid-murid ingin membalas kejahatan dengan kejahatan, Dia menyatakan sikap mengasihi dan mengalihkan perhatian mereka kepada tugas lain (bd. Lukas 9:51-56).
2. Murid pribadi yang hidup dalam ketertiban dan keteraturan
Yesus pun menyatakan agar murid-murid-Nya belajar hidup secara tertib dalam arti memelihara kesucian hidup agar senantiasa merasakan kehadiran Allah (bd. Matius 5:8). Bagi Yesus, orang dewasa harus mendisiplin anggota tubuhnya -- tangan, kaki, mata -- agar tidak membawa keburukan bagi orang lain terutama "menyesatkan" anak-anak di bawah asuhan mereka (Matius 18:8-10). Sebab dia sendiri melarang murid-murid mengabaikan atau meremehkan anak-anak kecil (Matius 19:13-15). Tidak jarang pula Yesus menyatakan bahwa Dia tetap mengasihi murid-murid-Nya sekalipun mereka kurang cepat menangkap ajaran Sang Guru (Yohanes 13,15).

C. Pandangan Paulus terhadap Murid-Muridnya
1. Murid adalah pribadi yang hidupnya berdisiplin
Surat Paulus kepada jemaat di Korintus cukup banyak menyinggung masalah disiplin hidup, agar mereka tertib dalam kehidupan bersama, kehidupan persekutuan, kehidupan memelihara tubuh dan sejenisnya. Dia mengajak jemaat untuk terus sadar bahwa Roh Kudus mendiami mereka sehingga mereka menghindarkan diri dari segala godaan mencemarkan diri (1 Korintus 3:16; 1 Korintus 6:19-20). Mereka harus menertibkan cara berpikir mereka sendiri agar tetap memelihara suara hati yang jernih di dalam mengambil keputusan dalam hidup kebersamaan dengan orang lain (1 Korintus 8:1-3).
2. Murid adalah pribadi yang dewasa dalam bersikap dan dalam perbuatan
Paulus menekankan kepada jemaat di Korintus agar mereka mengendalikan diri dalam ibadah agar tidak menonjolkan diri, mencari kemuliaan diri sendiri sehingga firman Allah tidak diberitakan sebagai mana mestinya (1 Korintus 12-14).
3. Murid adalah mereka yang juga memuridkan
Paulus seorang rasul Kristus yang mengadakan perjalanan misi dan mendirikan gereja lokal yang di datangi, dibangun melakukan pemuridan. Latar belakang Paulus sebagai murid Gamaliel seorang tokoh agama Yahudi. (Kis 22:3; 5:34) Saat berjumpa dengan Tuhan Yesus, Paulus menjadi percaya dan menjalani kehidupan sebagai murid Yesus dengan bantuan Ananias dan kemudian bergabung dengan Barnabas. ( Kis 9:19,17; 11:25) Paulus sebagai murid Yesus maka ia menyerahkan dirinya untuk mengikuti Yesus dengan belajar dan berkomitmen yang diwujudkan menjadi pelayan-Nya. Paulus melakukan kegiatan pemuridan yang tidak dapat dilepaskan sebagai pengajar sangat erat kaitannya dengan sejumlah faktor. Faktor-faktor yang mendorong kegiatan mengajar Firman Allah sebagai wujud pemuridan adalah seperti:
1. Persekutuan orang percaya yang kental saling menasehati, mengajar dan menegur. ( Kol 3:16; Ibr 10:25)
2. Roh Kudus yang menjadikan Paulus sebagai perantara untuk mengajar umat-Nya. ( 2 Sam 23:2; Neh 9:20; Yeh 14:26)
3. Tuhan memberi hikmat dan kepandaian. ( Kel 35:34; 2 Taw 17:7,9)
4. Paulus seorang rasul dan para rasul identik sebagai pengajar Firman Allah. ( Kis 9:28; 5:28)
5. Yesus sebagai pengajar yang telah memanggil Paulus ikut jejak-Nya ( Mat 4:23)
Metode pemuridan Paulus memiliki persamaan dengan Barnabas dengan pertimbangan Paulus menyaksikan dan membantu dan mungkin saling mengisi dengan Barnabas dalam melakukan pemuridan. Pemuridan dilakukan setelah orang tersebut menjadi percaya kepada Tuhan Yesus (Kis 11) Yang dinasehati tetap setia dan terlibat dalam kesaksian hidup dan seluruhnya belajar bersama dengan Barnabas sebagai guru Injil. Murid-murid yang belajar Injil dari Barnabas yang kemudian dibantu Paulus disebut Kristen. Pengajaran Barnabas dan Paulus memiliki metode mengigat pengajaran adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Pengajaran yang ditunjukkan dalam Alkitab bertujuan menciptakan generasi yang takut akan Allah. Surat surat pribadi Paulus terhadap jemaat yang berdiri dari kegiatan misi dapat dipakai mengambarkan pola pemuridan Rasul paulus. Surat yang berisi pemuridan dibedakan secara perindividu atau secara berkelompok dalam sebuah jemaat kota. Surat pemuridan secara individu ditujukan secara perorangan sedangkan pemuridan masal ditujukan kepada sekelompok jemaat di kota tertentu. Pemuridan yang dilakukan Paulus mengunakan sekurang-kurangnya mengunakan dua model yaitu secara bertatap muka dan tertulis melalui surat-suratnya. Paulus mendidik para murid berbeda dengan Yesus yang dapat menegur murid-Nya dengan sangat keras tanpa kuatir murid-muridNya meninggalkan-Nya. Sikap Paulus dapat dimengerti karena tidak mau menjadi batu sandungan bagi murid-murid sedangkan Yesus mengenal dengan jelas siapa murid-Nya yang sejati dan juga mengenal kedalaman hati manusia. Paulus sebagai manusia yang memiliki keterbatasan mengenal kedalaman hati manusia bertindak sesuai dengan keterbatasan dan kelemahannya dengan tujuan menghindari sesuatu yang mendatangkan batu sandungan.

D. Karakteristik/Sifat Dasar Murid

1. Murid/Peserta didik adalah Individu yang memiliki tingkah laku, keinginan, pengetahuan, dan keterampilan, dimana individu tersebut ciptaan yang diciptakan menurut Gambar Rupa Allah (Kej. 1:27 band. Roma 8:29-30), namun sekaligus juga orang berdosa (Rm. 3:23), yang telah dipulihkan tetapi dalam keberadaannya potensi berbuat dosa masih ada.
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya
a. Peserta didik adalah gambar dan Rupa Allah
Konsep serupa dengan gambaran AnakNya adalah adalah konsep yang kembali dibahas PB ketika membicarakan hakikat manusia dalam penciptaannya. Baik PL maupun PB konsisten melihat manusia sebagai gambar dan Rupa Allah. Konsep tersebut kemudian dipahami sebagai imago Dei . “Terminologi teologis dari “imago Dei” digunakan untuk menyatakan keunikan manusia yang bermakna simbolis pada relasi manusia dengan Allah itu sendiri. Terminologi ini digunakan pertama kali dalam Alkitab di Kej. 1:27 dimana indikasinya bukanlah Allah yang ada didalam diri manusia, tetapi manusia didalam Gambar Allah secara moral, spiritual, dan natur intelektual. Keilahian Allah merupakan cerminan dari manusia yang memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan kualitas keunikannya. Inilah yang membedakan manusia dari ciptaan Allah lainnya” Konsep imago Dei, menempatkan manusia sebagai kesempurnaan dari gambar Allah . Dalam Konteks manusia sebagai gambar Allah, matius 5:28 mengkomunikasikan bahwa, istilah imago Dei tersebut tidak dapat disangkal bahwa yang dimaksudkan adalah menekankan pada nilai “kesempurnaan” “Hendaklah kamu sempurna, seperti Bapamu di Surga adalah sempurna”. Barth, menegaskan bahwa, kesempurnaan tersebut adalah anugerah. Allah telah memahkotai manusia dengan kesempurnaan yang melebihi kesempurnaan mahluk-mahluk lain; sebab manusia itu dikehendakinya sebagai sekutu yang turut serta di dalam persekutuanNya sendiri.
Imago Dei memiliki dua makna mendasar. Pertama, Allah sendiri mengaktualisasikan dirinya melalui keberadaan manusia; Kedua, Allah peduli dengan keberadaan manusia. Kedua makna ini seharusnya membawa manusia mengerti bahwa dirinya memiliki kualitas khusus yang direncanakan dan menjadi tujuan Allah dalam penciptaan manusia. Pengaktualisasian diri Allah dalam diri manusia ciptaannya berimplikasi moral terhadap pemaknaan imago Dei, yaitu manusia dimampukan untuk mengasihi Allah, dan karena itulah manusia harus mengasihi sesamanya sebagai ekspresi dari mengasihi Allah. Sebagai “imago dei”, manusia diberikan kesadaran diri dan kapasitas pertumbuhan spiritual dan moral. Manusia berbeda dari ciptaan lain karena mereka juga diberikan struktur berpikir (rational structure) untuk mengambil keputusan dan bertindak. Melalui penciptaan manusia dengan perangkat intelektual yang tinggi, manusia diberikan fasilitas dalam kemampuan berpikir untuk mengambil keputusan, bertanggung jawab terhadap segala dihidupnya, juga untuk mengetahui atau mengenal dirinya sendiri, Tuhan, dan ciptaan Allah lainnya, termasuk sesama manusia. Inilah kepedulian Allah terhadap manusia atau anak didik.
Maka dari itulah, konsep yang harus dibangun tentang perserta didik adalah, menempatkannya sebagai pribadi yang sangat berharga dimata Allah, pribadi yang sama di hadapan Tuhan, di dalam tujuan kedaulatan Allah, yang memiliki karakter ilahi di dalam dirinya, yang olehnya manusia mampu menghidupkan kasih/kepedulian, dan persekutuan dengan dan terhadap orang lain. Karena itu murid harus diperlakukan dengan kasih, dari perlakuan tersebut, seorang murid akan belajar untuk mengasihi, karena potensi kasih tersebut adalah hakikat dasariah seorang murid.
b. Peserta didik adalah manusia berdosa (Roma 5: 8,10; band Kej. 3)
Prinsip dasar pendidikan Kristen adalah merujuk pertama, bahwa “semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” Pemakaian kata “semua” menunjukkan bahwa anak, dalam konsep dia sebagai seorang anak, adalah manusia berdosa dan telah hilang dari persekutuan dengan Allah. Tujuan utama pendidikan Kristen Adalah mengembalikan/ memulihkan hubungan Anak dengan penciptanya di dalam pertobatan hidup. Murid atau perserta didik dalam hakikatnya sebagai Manusia Berdosa inilah harus menjadi fokus dari pendidikan Kristen.
“Teori yang dianut oleh pengikut-pengkut Agustinus, terdapat dampak-dampak penting dari kejatuhan Adam dalam dosa, yaitu: kerusakan total manusia. Natur dari manusia adalah rusak total dalam hal moralitas, spiritualitas, dan intelektualitas. Kerusakan total, bukan berarti sekedar manusia memiliki tingkah laku yang buruk, tetapi secara spiritual, gambar-rupa Allah yang disandang manusia, telah mengalami kerusakan dan akhirnya menyebabkan keterpisahan dari Allah dijelaskan. Kerusakan total juga berarti kerusakan total dalam hal moralitas, dimana manusia lebih menginginkan untuk berbuat dosa. Kesadaran moralitas manusia telah dikuasai iblis. Di sini, pendidikan Kristen memiliki kepentingan untuk memberikan pengertian penuh (intelectual area) tentang keselamatan melalui Yesus Kristus. Kejatuhan manusia pertama (Adam) ke dalam dosa yang menyebabkan kerusakan total manusia, memiliki dampak sebagai berikut:
2) Manusia tidak dapat melakukan atau mengerjakan hal yang baik (Mat. 7:17-18; 1 Kor. 12:3; Yoh. 15:4-5; Rm. 8:7-8), 2) manusia tidak dapat mengerti hal baik secara benar (Kis. 16:14; Ef. 4:18; 2 Kor. 3:12-18; Yoh. 1:11; Yoh. 8:43; Mat. 13:14; 1 Kor. 1:18, 21; 1 Kor. 2:14).
3) Manusia tidak memiliki keinginan untuk melakukan hal yang baik (Mat. 7:18; Yoh 3:3, 8:4, 15:5, 6:64-65; Yeh. 11:19; Ef. 2:1,5).
Kejatuhan manusia dalam dosa telah menyebabkan manusia mengalami kerusakan total. Dengan demikian Pendidikan Kristen dengan semua pranatanya harus dibangun di dalam awasan tegas bahwa kurikulum harus bertujuan untuk membangun dan membangkitkan kehidupan peserta didik di dalam takut akan Tuhan. Artinya bahwa, pendidikan Kristen harus memberi ruang terbuka bagi upaya pencarian dan penemuan pribadi anak didik dengan penciptanya, dimana melalui pembentukan segalam keterampilan dan ilmu pengetahuan diarahkan perserta didik untuk memiliki pengenalan yang sungguh akan Tuhan. Pengenalan tersebut akan membawa peserta didik semakin mampu merelasikan dirinya baik dengan penciptanya maupun dengan segala bentuk tatanan social di dalam kehidupannya, yang menyangkut pengembangan karakternya, spiritualitasnya dan mentalitas serta emosionalnya.
c. Peserta didik adalah manusia yang telah dipulihkan dan bertanggung
jawab dalam kehidupanya (Kolose 3:23; 2 Timotius 2:15)
“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu”. (Kolose 3:23; 2 Timotius 2:15)
Prinsip mendasar memahami peserta didik adalah seorang murid/peserta didik di dalam pemulihan yang dikerjakan Allah di dalam kehidupanya akan membentuk konsep dirinya yang baik, yaitu yang akan memampukannya memandang dirinya sebagai milik atau diterima oleh Allah tanpa syarat sebab ia yakin bahwa darah Yesus Kristus yang tercurah pada kayu salib merupakan bukti kuat akan kasih Allah terhadap dirinya (lihat Roma 5:6,8; Ibrani 9:14). Penghargaan terhadap dirinya sendiri tidak didasarkan atas faktor fisik, materi dan prestis, ataupun prestasi, melainkan oleh karena perhargaan dari Allah, yakni kasih sejati. Peserta didik adalah pribadi yang di dalam anugerah Allah, ia memandang dirinya berharga karena telah ditebus oleh kasih Kristus serta dipanggil menjadi "rekan sekerja-Nya" (Efesus 2:10; 2Korintus 5:17). Maka dari itu sebanding dengan 2 Timotius 2:15, seorang murid harus hidup dalam pertanggung jawaban iman yang sungguh, baik didalam mengembang tugas sebagai seorang peserta didik yang berkarakter jujur, konsisten, berintegritas dalam ketulusan hidup berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Seorang Murid harus mampu mengembangkan kemampuan dan ketrampilan pelayanannya dengan sikap percaya diri. "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku" (Filipi 4:13). Artinya bahwa, persekutuan hidup dengan Kristus dapat membuahkan kemampuan baru dalam pribadi seorang murid. Justru perkara inilah yang akan dinyatakan Yesus sehingga Ia mengemukakan dengan tegas, "Barangsiapa tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5) Kemampuan memang tidak datang begitu saja tanpa upaya belajar dan latihan untuk meningkatkan diri. Yang perlu ditegaskan juga di sini ialah bahwa kemampuan tidak saja menyangkut segi ketrampilan berbuat, tetapi juga segi kedewasaan pikiran dan perasaan. "Rasa mampu" atau tepatnya "percaya diri" inilah yang akan semakin dinyatakan Yesus di dalam diri setiap muridNya, yang sepenuhnya bersedia bersandar kepada-Nya. (Yohanes 16:11-13; 1Yohanes 2:20,27; 3:24; 4:4)

2. Peserta didik adalah manusia yang berkembang secara sehat dalam relasi dengan orang lain, termasuk dengan rekan sekerjanya. Ia mampu menerima orang lain sebagaimana adanya, sadar bahwa ia pun memiliki kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1; 15:1-3).
Kemampuan semacam ini amat perlu mengingat setiap murid memiliki karater yang berbeda-beda, Maka dari itu belajar dari nasehat Paulus kepada Timotius, “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya” (Roma 14:1). dengan konsep bahwa “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: "Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai aku." (Roma 15:1-3). Artinya bahwa, peserta didik harus dilihat sebagai pribadi yang harus diarahkan untuk mengembangkan sikap diri yang positif, sehubungan dengan perhatian dan pelayanan di dalam kesatuan tubuh Kristus. Perlu ditegaskan bahwa, lemahnya konsep diri yang dimiliki peserta didik sering berakibat kurang menyenangkan bagi kelangsungan relasi dengan orang lainya, itu berarti kegiatan belajar mengajar akan terganggu. Boleh dikata salah satu tugas penting dari peserta didik ialah meningkatkan konsep diri secara positif, selain membimbing peserta didik lainya ke arah pengenalan dan penerimaan diri secara sehat.

3. Peserta didik adalah pribadi yang memiliki kelemahan diri, baik secara fisik maupun psikis, yang juga memiliki kekuatan-kekuatannya masing-masing (Roma 12:3,16; Filipi 4:8).
Peserta didik harus dimaknai sebagai pribadi yang sarat dengan berbagai kelemahan baik fisik maupun psikis, namun keadaan itu tidak harus menyebabkan mereka tidak mampu bertumbuh dalam penerimaan akan dirinya, akan potensi-petensi positif dan negatif (kelemahan) yang dimilikinya. Ia akan berupaya bertumbuh dalam karakter-karakter positif dan berusaha memerangi karakter-karakter negatif di dalam dirinya. Dengan kata lain ia mengembangkan persepsi diri yang sehat, tidak dilanda prasangka negative. Dalam hal ini peserta didik diharapkan memiliki standar dirinya berdasarkan Roma 12:3, “Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing” karena itu setiap anak didik harus memabangun mentalitas “sehati sepikir”. “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai (Roma 12:3,16).

4. Peserta didik adalah manusia utuh yang memiliki karakteristik/hakikat dasar kerohanian yang sama sebagai dasar pengembangan kedewasaan hidup di dalam Kristus (Ef 4:11-16).
Pelayanan Pendidikan Kristen baik di sekolah maupun di sekolah minggu bukanlah sekedar pelayanan untuk memberikan cerita-cerita Alkitab yang indah, membawakan nyanyian-nyanyian yang gembira ataupun memberikan permainan-permainan yang mengasyikkan supaya anak senang dan mau rajin datang ke sekolah minggu itu saja sesungguhnya ada tujuan yang jauh lebih dalam lagi. Dalam Alkitab dituliskan bahwa tugas pengajar anak-anak sekolah minggu adalah untuk melengkapi mereka bagi pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus sampai mencapai iman, pengetahuan dan tingkat pertumbuhan dan kedewasaan penuh dalam Kristus, sehingga dalam kedewasaan penuh itu anak mampu menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks dengan mengandalkan kebenaran Firman Tuhan (Ef 4:11-16).
Dari rangkaian ayat tersebut harus disadari bahwa Pendidikan Kristen haruslah merupakan proses yang dapat menampakkan adanya suatu pertumbuhan/perkembangan sejalan dengan proses perkembangan yang sedang berlangsung dalam diri anak sebagai suatu individu manusia yang unik. Alkitab berkata bahwa dalam keunikannya setiap anak /peserta didik adalah manusia utuh yang memiliki karakteristik rohani yang sama, yaitu:
a. Peserta didik adalah karunia Tuhan.
Memang setiap anak lahir dari seorang ayah dan ibu, namun demikian terbentuknya anak dalam kandungan adalah karya keajaiban yang semata-mata hanya dapat terjadi karena kehendak Tuhan. Karena itu seorang anak yang lahir adalah karunia Tuhan sekalipun kadang-kadang kelahirannya tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Maka dari itu harus diperlakukan dalam penghargaan dan pertannggung jawaban kepada Tuhan.
b. Peserta didik adalah berharga di mata Tuhan. (Matius 19:14)
Sikap Tuhan Yesus ketika menyambut anak-anak menunjukkan bahwa anak-anak tidak pernah dipandang sebelah mata oleh Tuhan. Anak- anak disambut dan diberkati sebagai seorang pribadi yang perlu dilayani dan diperhatikan karena jiwa mereka berharga di mata Tuhan. Demikian halnya dengan setiap pendidik, penghargaan kepada peserta didik adalah penghargaan kepada penciptanya.
c. Anak adalah manusia yang berdosa. ( Roma 3:10)
Setiap anak adalah ciptaan Tuhan yang diciptakan dalam gambar dan rupa Allah. Namun gambar dan rupa Allah tersebut rusak setelah kejatuhan manusia dalam dosa. Sejak itu setiap manusia adalah berdosa di mata Tuhan, termasuk anak-anak. Mereka lahir di dunia sebagai orang berdosa yang suatu ketika nanti akan menerima penghukuman yang kekal. Inilah focus pendidikan Kristen harus dikerjakan kepada perserta didik
d. Anak adalah manusia yang memerlukan keselamatan. ( Yoh 3:16)
Puji Tuhan, bahwa keselamatan melalui darah Kristus juga disediakan bagi anak-anak. Melalui pemberitaan Injil, Roh Kudus dapat memampukan mereka untuk menerima kelahiran baru dan mendapatkan hidup yang baru dalam Kristus.

C. Tugas Murid
Merujuk kepada pengertian Murid sebagai pengikut dan selanjutnya adalah utusan untuk mengerjakan kehendak Tuhan (baca: guru), maka tugas utama seorang murid tentu harus mengerjakan perkerjaan yang diperintahkan kepadanya. Berdasarkan Matius 28:17-20 “Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. Sehubungan dengan ayat tersebut, maka tugas seorang murid sudah sangat jelas, yaitu sesuai dengan bagan di bawah ini,















III. PENUTUP
Ringkasan
Pandangan Perjanjian Baru tentang Murid/Peserta didik dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Murid adalah pribadi yang mencerminkan hakikat ilahi dalam kesempurnaan gambar dan Rupa Allah, yang menjadikan pribadinya sangat berharga dimata Allah. Yang dalam dirinya kasih Allah dinyatakan sempurna. (Roma 8:28-30), namun sekaligus juga ia adalah pribadi yang berdosa, ( Roma 3:10) dan yang telah dipulihkan, namun potesi berbuat dosa masih tetap ada.(I Yoh. 1:8; 2:1)
2. Peserta didik adalah manusia yang berkembang secara sehat dalam relasi dengan orang lain, Ia mampu menerima orang lain sebagaimana adanya, sadar bahwa ia pun memiliki kelebihan dan kekurangan dan mampu memaksimalkan diri dalam kedisiplinan hidup. (Roma 14:1; 15:1-3).
3. Peserta didik adalah pribadi yang memiliki kelemahan diri, baik secara fisik maupun psikis, yang juga memiliki kekuatan-kekuatannya masing-masing (Roma 12:3,16; Filipi 4:8).
4. Peserta didik adalah pribadi yang unik yang membangun tanggung jawab hidupnya di dalam sifat dasar yang sama, sebagai anugerah Allah, pribadi yang sangat berharga, pribadi yang berdosa dan yang memerlukan keselamatan, sebagai dasar pengembangan hidupny menuju kedewasaan di dalam Kristus. (Kolose 3:23; 2 Timotius 2:15)

Dengan demikian dapat disimpulkan bawah, Prinsip mendasar Perjanjian Baru mengenai Murid adalah Murid tersebut identik dengan pengikut Kristus. Menjadi murid Kristus bukanlah hal yang mudah dan murah, Pertobatan dan komitmen dalam ketaatan sungguh adalah harga yang harus dibayarkan. Kesetiaan murid teruji dari ketaatannya mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya dan melakukannya di dalam penyerahan hidup sepenuhnya di dalam kuasa penyertaanNya. Artinya bahwa dalam kehidupan seorang murid, nyata kehendak Allah. Inilah yang ditegaskan oleh Paulus bahwa di dalam dirinya bukan dia lagi yang hidup melainkan Kristus yang hidup dan memerintah di dalam dirinya, dan bagi Paulus tujuanya adalah mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya sebagai seorang hamba yang taat di dalam kelemahannya sekalipun (II Tim.4:6-8;Fil.4:13).









Kepustakaan:

Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 1997.

Buku-Buku:

Barth, C., Theologia Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, dari Plato sampai IG Loyola, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Lebar, Lois E., Education That Is Christian, Proses, belajar mengajar Kristiani dan kurikulum yang Alkitabiah, Jawa Timur: Gandum Mas, 2006.
Richard, Lawrence O., Pelayanan Kepada Anak-Anak, Bandung: Kalam Hidup, 2007.
Setiawani, Mary Go, Menerobos Dunia Anak, Artikel Kerja Sama antara Keluarga dan Gereja, Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2000.
Sidjabat, B. Samuel, Disiplin sebagai Kebutuhan Anak. (_____________________)
Sidjabat, B.S., Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani, Bandung: Kalam Hidup,1994.
Saragi, Arga Nita, Perspektif Teologis tentang Anak Didik, Jurnal Teologi STULOS 7/1, April 2008.
Wiriadinata, Ardi Y., Diktat Kuliah, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Agama Kristen, Semarang: STTB, 2009

Internet:
Paul W. Cates, Christian Philosophy of Education, dalam: www.faithchristianmin.org.
Weruah, Pemuridan Paulus, dalam http://weruah.wordpress.com/2009/08/20/pemuridan-oleh-paulus/ posting 20/08/2009.
Hutabalian, http://hutabalian72.wordpress.com/2008/08/13/menjadi-seorang- murid- kristus/.
Eddy Frances, Menjadi Murid Kristus, dalam www.kristenonline.com/download/book/artikel2/murid.pdf McMahon, Matthew, Total Depravity of Man , dalam www.apuritansmind.com